Hari ini hari minggu, semua aktiftas perkuliahan libur. Namun bagiku, hari minggu sama ja dengan hari-hari aktif yang lain. Walaupun aku bukan seorang aktifis sejati, tapi kegiatanku sangat padat bahkan dihari libur. Dan hari ini aku harus ke Sidpoarjo untuk mengikuti pembinaan MSQ, sudah satu bulan lebih aku mengikuti kegiatan itu, katanya sebagai persiapan untuk mengikuti MTQ provinsi cabang MSQ tahun ini yang diselenggarakan bulan Mei mendatang. Tapi sebenarnya bukan hal itu yang ingin aku ceritakan kali ini, melainkan sebuah pemandangan yang begitu menyentuh perasaanku yang baru saja aku lihat.
Cerita ini berawal ketika aku berada di dalam salah satu angkot dalam perjalanan pulang dari pembinaan. Seperti biasa, angkot yang aku tumpangi berhenti untuk menunggu dan mengangkut penumpang lainnya di salah satu terminal di Surabaya. Pada saat itu aku melihat seorang anak laki-laki yang sedang berdiri tak jauh dari angkot yang aku tumpangi. “siapa anak itu gerangan, apa yang ia lakukan di tengah terik matahari begini?”batinku memeriksa. Tak lama kemudian anak itu mondar-mandir mendekati penumpang yang baru saja turun dari bus kota sembari berteriak,”Blitar,Blitar.pak!”. “Ya Allah , ternyata dia calo penumpang!”
Bocah laki-laki itu bejalan sambil memicingkan mata karena silau matahari . Hari ini matahari bersinar begitu terang, namun demikian, panas mentari tidak menjadikan semangat anak laki-laki itu pudar. Ia dengan gesitnya berjalan kesana kemari, sesekali berlari untuk mencari penumpang. Bahkan ia harus berlomba dengan calo-calo angkot yang lain. Ia tidak peduli akan Keringat yang bercucuran, yang penting baginya dia mendapatkan penumpang.
Sejenak aku perhatikan bocah itu. kira-kira umurnya tidak jauh dari umur adikku, mungkin dia berumur 14 tahun itu, mungkin juga dia lebih muda dari itu. Postur tubuhnya tidak begitu tinggi, rambutnya sedikit pangjang dan agak kusam, mungkin karena ia tidak begitu punya banyak waktu untuk sekedar merapikan rambutnya, atau mungkin ia tidak punya banyak uang untuk membeli shampo. Kulitnya lebam karena sering berada di bawah terik matahari, bisa ku taksir anak itu sudah lama berprofesi sebagai calo.“Ah, kasihan bocah itu”, batinku berkata.
“Tes….” Tak terasa air mataku mengalir. (tapi cepet-cepet aku hapus, karena aku ingat bahwa aku sedang dalam angkot dan di sebelahku banyakpenumpang lainnya) Aku terharu dan sedih melihatnya. Anak sekecil itu, sudah harus bersusah payah bekerja dan meninggalkan kesenangan-kesenangan anak seusianya. Mungkin di rumah, sedang ada yang menunggu kepulangannya dengan membawa sedikit rejeki untuk bisa dimakan. “ Hidup itu penuh dengan perjuangan Siapa yang ingin hidup, maka haruslah rela berjuang atau dia harus terdepak dari kehidupan ini” batinku berkata mencoba menafsirkan tatapan nanar mata bocah itu. “tes…”air mataku kembali jatuh (tapi lagi-lagi aku cepet-cepet hapus, aku tidak mau penumpang-penumpang yang lain menjadi tidak nyaman karena melihatku mengangis) Tidak lama kemudian, mobil angkot yang aku tumpangi kembali berjalan dan anak laki-laki itu tampak semakin jauh hingga akhirnya tubuhnya pun tidak dapat aku lihat lagi. Tiba-tiba aku teringat adik laki-lakiku dan “tes..”air mataku kembali mengalir.